🐅 Sistem Politik Kerajaan Kediri

Masakejayaan Kerajaan Kediri terjadi pada kepemimpinan Jayabaya. Jayabaya dikenal dengan kepemimpinan politik dan ramalan-ramalannya yang dibukukan dalam Jongko Joyoboyo. Di samping itu, sikap merakyat dan visi Jayabaya yang jauh ke depan membuatnya dikenang. Runtuhnya Kerajaan Kediri KerajaanMajapahit, Sejarah, Sistem Pemerintahan, Raja Raja, Masa Kejayaan, lokasi, Peninggalan Kerajaan Majapahit Beserta Penjelasannya (Adipati Kediri) yang berhasil membunuh penguasa Kerajaan Singasari yang terakhir yaitu Kertanegara dikarenakan menolak pembayaran upeti. Kehidupan politik di Kerajaan Majapahit banyak sekali adanya C Perkembangan Politik Kerajaan Kediri. Mapanji Garasakan memerintah Kediri tidaklah lama. Ia kemudian digantikan oleh Raja Mapanji Alanjung (1052 - 1059 M). Sistem pemerintahan kerajaan Kediri terjadi beberapa kali pergantian kekuasaan, Berikut adalah nama-nama raja yang pernah memerintah dan berkuasa di Kerajaan Kediri: Terjadipeperangan kedua kerajaan itu di dekat Genter pada tahun 1222 M dan menjadi akhir dari pemerintahan kerajaan Kediri. Kerajaan Singasari ; Setelah berakhirnya Kerajaan Kediri, kemudian berdirilah Kerajaan Singasari yang diperintah oleh Ken Arok sejak tahun 1222-1227 M, dan kerajaan Singasari berlangsung sekitar 70 tahun. Singasari yang SISTEMPEMERINTAHAN KERAJAAN SINGASARI Politik Dalam Negeri 1. Mengadakan pergeseran pembantu-pembantunya seperti mahapatih Raganata digantikan oleh Argani, dll 2. Berbuat baik terhadap lawan-lawan politiknya seperti mengangkat putra Jayakatwang (raja kediri) yang bernama Ardharaja menjadi menantunya. HegemoniSegitiga Politik Kediri, Singhasari, dan Majapahit; Bahuballi, Perebutan 'Tahta' Kekuasan Keluarga Kerajaan Mahishmati Ilmu Sosbud . Sistem Perekonomian Kerajaan Majapahit . 7 Februari 2022 16:03 Diperbarui: 7 Februari 2022 16:09 2304 2 0 + Laporkan Konten. Laporkan Akun. Lihat foto Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS Kerajaanini menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor agraris. Keadaan ekonomi politik sosial-budaya mataram kuno 1. Kehidupan Politik Ekonomi Sosial-Budaya Sejarah Kerajaan Kediri Pembagian Kerajaan Mataram Disnati Isana menjadi Jenggala Kahuripan dan Panjalu Kediri dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya 1289 M kitab Negarakertagama 1365 Darisusunan pemerintahannya kita dapat melihat bahwa sistem pemerintahan dan kehidupan politik kerjaan Majapahit sudah sangat teratur. Sejarah Kerajaan Kediri ~ Pembagian Kerajaan Mataram (Disnati Isana) menjadi Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab Negarakertagama (1365 M), dan KerajaanKediri atau Kerajaan Panjalu adalah sebuah kerajaan besar yang berdiri pada abad ke-12 antara tahun 1042-1222. Masyarakat Kediri tidak menganut sistem kasta, seperti disampaikan dalam kitab Lubdhaka. Masa kejayaan Kerajaan Kediri terjadi pada kepemimpinan Jayabaya. Jayabaya dikenal dengan kepemimpinan politik dan ramalan Adabeberapa sumber sejarah yang menjelaskan tentang berdirinya Kerajaan Singasari. Berikut beberapa sumber sejarah berdirinya Kerajaan Singasari : 1. Kitab Pararaton. Kitab Pararaton berisikan dongeng dan mitos. Menurut Kitab Pararaton, Ken Arok adalah anak seorang wanita tani dari Desa Pangkur (sebelah timur Gunung Kawi). KehidupanBudaya Kerajaan Kediri. Abad ke-12 M memiliki arti yang sangat penting dalam masa selanjutnya. Kerajaan Kediri banyak meninggalkan pelajaran untuk mengembangkan kerajaannya diantaranya : Suatu negara bisa maju jika kondisi ekonomi stabil. Keadaan politik harus stabil agar kekuatan bangsa tidak kurang. PerkembanganPolitik Kerajaan Kediri. Mapanji Garasakan memerintah Kediri tidaklah lama. Ia kemudian digantikan oleh Raja Mapanji Alanjung (1052 - 1059 M). Sistem pemerintahan kerajaan Kediri terjadi beberapa kali pergantian kekuasaan, Berikut adalah nama-nama raja yang pernah memerintah dan berkuasa di Kerajaan Kediri: ZIBE8b5. Sejarah Kerajaan Kediri Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi dan Sastra Dalam persaingan antara Panjalu dan Kediri, ternyata Kediri yang unggul dan menjadi kerajaan yang besar kekuasaannya. Raja terbesar dari Kerajaan Kediri adalah Jayabaya 1135–1157. Jayabaya ingin mengembalikan kejayaan seperti masa Airlangga dan berhasil. Panjalu dan Jenggala dapat bersatu kembali. Lencana kerajaan memakai simbol Garuda Mukha simbol Airlangga. Pada masa pemerintahannya kesusastraan diperhatikan. Empu Sedah dan Empu Panuluh menggubah karya sastra kitab Bharatayudha yang menggambarkan peperangan antara Pandawa dan Kurawa yang untuk menggambarkan peperangan antara Jenggala dan Kediri. Empu Panuluh juga menggubah kakawin Hariwangsa dan Gatotkacasraya. Jayabaya juga terkenal sebagai pujangga yang ahli meramal kejadian masa depan, terutama yang akan menimpa tanah Jawa. Ramalannya terkenal dengan istilah “Jangka Jayabaya". Raja Kediri yang juga memperhatikan kesusastraan ialah Kameswara. Empu Tan Akung menulis kitab Wartasancaya dan Lubdaka, sedangkan Empu Dharmaja menulis kitab Smaradahana. Di dalam kiitab Smaradahana ini Kameswara dipuji-puji sebagai titisan Kamajaya, permaisurinya ialah Sri Kirana atau putri Candrakirana. Raja Kediri yang terakhir ialah Kertajaya yang pada tahun 1222 kekuasaannya dihancurkan oleh Ken Arok sehingga berakhirlah Kerajaan Kediri dan muncul Kerajaan Singasari. b. Kehidupan Sosial Ekonomi Kerajaan Kediri Pada masa Kejayaan Kediri, perhatian raja terhadap kehidupan sosial ekonomi rakyat juga besar. Hal ini dapat dibuktikan dengan karya-karya sastra saat itu, yang mencerminkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat saat itu. Di antaranya kitab Lubdaka yang berisi ajaran moral bahwa tinggi rendahnya martabat manusia tidak diukur berdasarkan asal dan kedudukan, melainkan berdasarkan kelakukannya. Berdasarkan kronik-kronik Cina maka kehidupan perekonomian rakyat Kediri dapat dikemukakan sebagai berikut. 1. Rakyat hidup dari pertanian, peternakan dan perdagangan. 2. Kediri banyak menghasilkan beras. 3. Barang-barang dagangan yang laku di pasaran saat itu antara lain emas, perak, gading dan kayu cendana. 4. Pajak rakyat berupa hasil bumi, seperti besar dan palawija. Adapun kehidupan sosialnya sebagai berikut. 1. Rakyat Kediri pada umumnya memiliki tempat tinggal yang baik, bersih, dan rapi. 2. Hukuman yang dilaksanakan ada dua macam, yakni hukuman denda berupa emas dan hukuman mati khususnya bagi pencuri dan perampok. c. Kehidupan Kebudayaan, Khususnya Sastra Kerajaan Kediri Di bidang kebudayaan, khususnya sastra, masa Kahuripan dan Kediri berkembang pesat, antara lain sebagai berikut. 1 Pada masa Dharmawangsa berhasil disadur kitab Mahabarata ke dalam bahasa Jawa Kuno yang disebut kitab Wirataparwa. Selain itu juga disusun kitab hukum yang bernama Siwasasana. 2 Di zaman Airlangga disusun kitab Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa. 3 Masa Jayabaya berhasil digubah kitab Bharatayudha oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh. Di samping itu, Empu Panuluh juga menulis kitab Hariwangsa dan Gatotkacasraya. 4 Masa Kameswara berhasil ditulis kitab Smaradhahana oleh Empu Dharmaja. Kitab Lubdaka dan Wertasancaya oleh Empu Tan Akung. Demikianlah materi Sejarah Kerajaan Kediri Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi dan Sastra, semoga bermanfaat Sejarah panjang bangsa Indonesia, salah satunya melewati fase masa kerajaan, baik yang bercorak Hindu-Budha ataupun Islam. Nah, salah satu yang terkenal ini adalah Kerajaan Kediri, yang diketahui punya kemajuan dalam bidang hukum dan tata negara serta budaya sastra. Akibat pegelolaan negaranya yang baik, kerajaan ini banyak disebut sebagai negara yang gemah ripah loh jinawi, tentrem karta raharja. Nah, seperti apa sih sejarah dan perkembangan Kerajaan Kediri ini? Berikut adalah ulasan lengkap Kerajaan Kediri yang kami sajikan khusus buat kamu. Check it out! Sejarah Kerajaan KediriLokasi, Letak Geografis, dan peta WilayahSilsilah Raja1. Raja Sri Jayawarsa2. Raja Bameswara3. Raja Jayabaya4. Raja Sri Sarweswara5. Raja Sri Aryeswara6. Raja Sri Ganda7. Raja Sri Kameswara8. Raja Sri KertajayaLencana KerajaanSistem Pemerintahan1. Kitab Undang-undang2. Sistem Peradilan3. Hukum Positif Dan Budaya Simbolik4. Karya di Bidang Hukum Tata NegaraKehidupan di Kerajaan Kediri1. Kehidupan Politik2. Kehidupan Ekonomi3. Kehidupan Agama4. Kehidupan Sosial BudayaMasa KejayaanPenyebab KeruntuhanBukti Sejarah1. Candi Tondowongso2. Candi Panataran3. Candi Gurah4. Candi Mirigambar5. Candi Tuban6. Prasasti Kamulan7. Prasasti Galuggung8. Prasasti Jaring9. Prasasti Panumbangan10. Prasasti Talan11. Prasasti Sirah Keting12. Prasasti Kertosono13 Prasasti Nganthang14. Prasasti Padelegan15. Prasasti Ceker16. Arca Buddha VajrasattvaPeninggalan1. Kitab Baratayudha2. Kitab Sumarasantaka3. Kitab Gatotkacaryasa4. Kitab Smaradhana5. Kitab Kresnayana6. Kitab Hariwangsa7. Kitab Wertasancaya8. Kitab Lubdaka Sumber gambar Lahirnya Kerajaan Kediri tak lepas dari sejarah Kerajaan Medang Kamulan. Kerajaan Kediri merupakan hasil dari perpecahan Kerajaan Medang Kamulan yang dipecah jadi 2 oleh Raja Airlangga. Airlangga sendiri merupakan Raja Medang Kamulan yang naik tahta tahun 1019 Masehi, dengan kondisi kerajaan yang sedang mengalami penurunan. Berkat kearifannya, Medang Kamulan pun berhasil dikembalikan situasinya. Setelah itu, Ibu kota pemerintahan pun dipindah ke daerah Kahuripan dan akhirnya mencapai puncak kejayaan. Menurut berita yang dimuat dalam Serat Calon Arang, di akhir masa kepemimpinannya, Airlangga memindahkan pusat kerajaan ke Kota Daha. Sementara setelah itu ia juga ikut mengundurkan diri dari kerajaan untuk menjadi seorang pertapa yang dikenal dengan nama Resi Gentayu. Penerus tahta kerajaan jatuh ke tangan putrinya yang bernama Sri Sanggramawijaya. Tapi, karena ia juga ingin jadi seorang pertapa, tahta kerajaan akhirnya diperebutkan oleh kedua putranya, yakni Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan. Untuk menghindari perebutan kekuasaan di internal kerajaan, akhirnya Airlangga memecah Medang Kamulan terlebih dahulu menjadi 2 kerajaan, yakni Jenggala dan Panjalu. Panjalu menjadi wilayah milik Sri Samarawijaya atau Sri Jayawarsa, dengan pusat kota di Daha. Sementara, Mapanji Garasakan memperoleh wilayah di Kota Kahuripan dengan Kerajaan Jenggala. Sebenarnya, tidak ditemui secara pasti mengenai pemecahan kerajaan tersebut. Tapi, berdasarkan Prasasti Babad, disebutkan juga kalau kerajaan dipecah jadi 4 atau 5 bagian. Dalam waktu-waktu berikutnya, hanya menyisakan 2 kerajaan yang kerap disebutkan, yakni Jenggalan dan Panjalu. Upaya Airlangga membagi kekuasaan ini pun kelihatannya menemui kegagalan, sebab kedua kerajaan tetap berseteru setelah itu. Kedua kerajaan terus saling berperang dan saling membunuh satu sama lain. Lama-kelamaan Kerajaan Panjalu berkembang pesat hingga menjadi kerajaan yang besar, sementara Kerajaan Jenggala kian terpuruk oleh keadaannya. Akhirnya, pertempuran tersebut dimenangkan oleh Kerajaan Panjalu di bawah komando Prabu Jayabaya. Dalam perkembangannya, Kerajaan Panjalu ini kemudian lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri. Lokasi, Letak Geografis, dan peta Wilayah Sumber gambar Kerajaan Kediri merupakan sebuah kerajaan bercorak Hindu yang berdiri antara tahun 1042 Masehi hingga 1222 Masehi. Pusat pemerintahannya terletak di Kota Daha, atau yang sekarang menjadi wilayah Kota Kediri. Sebenarnya, nama Daha berasal dari kata Dahanapura, yang diartikan sebagai Kota Api. Penaman ini dapat ditemukan dalam Prasasti Pamwatan yang dibuat Raja Airlangga tahun 1042 Masehi. Sebelum di Daha, pusat kerajaan awalnya berada di Kota Kahuripan. Hal ini sesuai dengan apa yang terpahat dalam prasasti buatan tahun 1042 Masehi dan Serat Calon Arang. Silsilah Raja Sumber gambar Kediri, tidak pernah diperintah oleh delapan orang raja dari awal hingga akhir sejarahnya. Puncak kejayaannya terjadi pada saat Raja Jayabaya memimpin kerajaan. Nah, dengan sistem pemerintahan monarki, tonggak kekuasaan di Kediri mengalami beberapa kali perpindahan. Berikut ini adalah raja-raja yang pernah berkuasa di Kediri. 1. Raja Sri Jayawarsa Raja Jayawarsa mulia memimpin Kediri pada tahun 1104 Masehi. Semasa berkuasa, ia dianugrahi gelar Sri Maharaja Jayawarsa Digja Sastraprabhu. Tidak ditemukan bukti pasti kapan Raja Sri Jayawarsa ini naik singgasana, begitu juga kapan turun tahtanya. Sebab, Prasasti Panumbangan yang dibuat tahun 1120 Masehi hanya menyebutkan upacara pemakamannya saja yang berlokasi di Gajapada. 2. Raja Bameswara Nama Raja Bameswara banyak disebutkan dalam prasasti yang ditemukan di Tulungagung. Selain di daerah tersebut, prasasti-prasasti ini ternyata juga banyak terdapat di Kertosono. Sebagian besar prasasti ini bertema tentang keagamaan, sehingga memudahkan para peneliti dalam menyimpulkan corak pemerintahan Bameswara. Era kepemimpinannnya terjadi pada tahun 1117-1135 Masehi. 3. Raja Jayabaya Titik puncak kejayaan Kediri, terjadi pada masa pemerintahan Jayabaya. Selama memerintah pada tahun 1135-1157 Masehi, banyak golongan cendikiawan yang mendampingi kepemimpinannya. Misalnya saja ada Mpu Panuluh, Triguna, Sedah, Darmaja, dan Manoguna. Era kecemerlangan ini bisa dijumpai dalam kitab hukum Kakawih Baratayudha, Hariwangsa, dan Gathotkacasarya. Strateginya yang terbilang cukup jitu, membuktikan bahwa Jayabaya berhasil membawa rakyatnya ke dalam kesejahteraan dengan tanah yang subur dan hasil panen yang melimpah. 4. Raja Sri Sarweswara Pada rahun 1159-1161 Masehi, Kerajaan Kediri diperintah oleh Raja Sri Sarweswara. Beliau dikenal sebagai sosok yang teguh memegang prinsip agama serta budaya, seperti ajaran tat wam asi, yang artinya “Engkaulah itu, engkaulah seuanya itu, semua makhluk adalah engkau. 5. Raja Sri Aryeswara Sri Aryeswara disinyalir berkuasa di Kediri pada tahun 1171 Masehi, sesuai informasi sejarah yang terdapat pada Prasasti Angin. Belum ditemukan bukti pasti, kapan ia naik singgasana, begitu juga kapan berakhirnya. Pada era kekuasaan Sri Aryewara inilah, simbol kerajaan secara resmi menggunakan lambang Ganesha. 6. Raja Sri Ganda Berdasarkan penemuan Prasasti Jaring yang dibuat tahun 1181 Masehi, disebutkan kalau Raja Sri Ganda memimpin Kediri di sekitar tahun tersebut. Lewat informasi prasasti itu juga, diketahui bahwa istilah-istilah penyebutan pejabat tinggi kerajaan memakai nama-nama hewan. 7. Raja Sri Kameswara Selanjutnya, pada tahun 1182-1185 Masehi, giliran Sri Kameswara yang berkuasa. Pada era kepemimpinan ini, budaya senin sastra terbilang cukup pesat berkembang. Sastrawan yang terkenal pada masa ini contohnya adalah Mpu Dharmaja dengan karyanya, Samaradha. 8. Raja Sri Kertajaya Sri Kertajaya adalah raja terakhir yang memimpin Kerajaan Kediri. Ia berkuasa selama 32 tahun, yakni pada 1190-1222 Masehi. Di era kekuasaannya, stabilitas kerajaan mulai menurun karena ia mulai mengurangi hak-hak yang harusnya diberikan pada para brahmana. Nah, karena merasa kedudukannya sudah tidak aman lagi, para brahmana ini lari ke daerah Tumapel dengan meminta perlindungan Ken Arok. Berawal dari sinilah tumbangnya kekuasaan Sri Kertajaya dan menjadi akhir bab riwayat Kerajaan Kediri. Lencana Kerajaan Sumber gambar Pada zaman dahulu, menjadi sebuah kelaziman apabila setiap kerajaan atau raja mempunyai lencana sebagai lambang kekuasaannya. Setiap lencana memiliki bentuk yang berbeda-beda sebagai representasi sang empunya. Dalam kisah ini, setidaknya ada 7 macam lencana yang pernah digunakan oleh pemimpin Kerajaan Kediri. Saat ini, lencana-lencana tersebut disimpan di dalam Museum Airlangga dan tempat-tempat lainnya. Berikut ketujuh lencana tersebut. 1. Garudha Mukha Lancana Lencana ini digunakan oleh Sri Maharaja Airlangga. Di permukaannya terdapat gambar garuda, yang juga ditemui dalam prasasti-prasasti yang dibuat pada era kekuasaannya. 2. Bamecwara Lancana Lencana ini dipakai oleh Raja Bameswara. Pada lencana ini, terdapat gambar tengkorak yang menggigit bulan sabit. 3. Jayabhaya Lancana Selanjutnya, lencana ini digunakan oleh Jayabaya. Wujudnya berupa manusia berkepala singa, yang menggigit perut Hiranyakasipu, yang merupakan simbol raja raksasa. Lencana ini bisa dijumpai di Prasasti Hantang, tahun 1135 Masehi. 4. Sarwwecwara Lancana Lencana ini digunakan pada masa kekuasaan Raja Sarweswara. Sayangnya, bentuk lencana ini cukup sulit dikenali karena fisiknya yang sudah rusak. Jika diperhatikan, gambar pada lencana mirip sembilan sayap yang dikelilingi 3 bulatan bergaris. Di bagian ujung sayap-sayap tersebut juga tergambar jambul lingkaran. 5. Aryyecwara Lancana Lencana ini bergambar Ganesha yang dipakai pada zaman kekuasaan Raja Aryeswara. Sementara pada pahatannya, terdapat Prasati Mleri 1169 Masehi dan Prasasti Angin 1171 Masehi. 6. Kamecwara Lancana Lencana ini dikeluarkan pada masa pemerintahan Raja Kameswara. Pada Prasasti Semanding 1182 Masehi, diketahui terdapat pahatan lencana ini juga. 7. Crngga Lancana Yang ini digunakan pada era kekuasaan Kertajaya. Di awal masa pemerintahannya, gambar lencana diisi oleh dua tanduk yang mengapit dua cangka, lalu disambung dengan tulisan “Kertajaya” di atasnya. Pola ini kemudian berubah jadi tanduk yang menghimpit kotak miring berlipat dan dikelilingi sayap. Sistem Pemerintahan 1. Kitab Undang-undang Sumber gambar Untuk membuat kitab undang-undang kerajaan, para ahli hukum negara ditunjuk oleh pemerintah untuk bergabung ke dalam Dewan Kapujanggan Istana. Pada proses penyusunannya, para anggota dewan ini sering mengadakan studi banding ke negeri lain. Lalu dihasilkanlah kitab undang-undang yang dinamakan Kitab Dharmaparaja, yang isinya berupa tata tertib penyelengaraan pemerintah dan negara. Di dalamnya juga ada tata kelola hukum pidana dan perdata, walau pada zaman itu belum terperinci secara jelas perbedaan kedua hukum ini. 2. Sistem Peradilan Sumber gambar Hukum peradilan yang berlaku di Kerajaan Kediri punya tujuan untuk mencapai kepastian hukum, sehingga hak dan kewajiban rakyatnya bisa dijamin oleh pemerintah. Semua pejabat dan rakyat, dituntut untuk tunduk dan menghormati undang-undang yang berlaku. Semua keputusan pengadilan dikembalikan atas nama raja, yang diistilahkan dengan nama Sang Amawabhumi. Dua orang Adidarma Dyaksa ditugaskan untuk membatu raja dalam hal peradilan. Yang pertama, Adidarma Dyaksa Kasiwan bertugas sebagai kepala agama Siwa. Yang kedua, Adidarma Dyaksa Kabudan ditugaskan bekerja sebagai kepala agama Budha. Pengelompokan ini terjadi karena memang kedua agama inilah yang dianut oleh masyarakat Kerajaan Kediri dan undang-undang negara didasarkan pada agama. Kedua Adidarma Dyaksa ini kedudukannya setara dengan Hakim Tinggi dan dibantu oleh 5 orang Upapati atau Pamegat atau Hakim di dalam pengadilan. Adidarma Dyaksa dan Pamegat ini sama-sama diberi gelar Sang Maharsi. Lima orang Pamegat ini terdiri dari Tirwan, Maghuri, Kandamuhi, Pamotan, dan Jambi. Kelima pamegat ini adalah golongan kasiwan, karena agama siwa adalah agama resmi kerajaan. Pada era kekuasaan Jayabaya, ada penambahan 2 orang Upapati yang berasal dari golongan Kabudan, sehingga formasi nya terdiri dari 5 Upapati Kasiwan dan 2 Upapati Kabudan. Kedua Upapati Kabudan ini adalah Kandangan Rare dan Kandangan Tuha. Di bidang peradilan, kerajaan langsung bertanggung jawab kepada raja. Tapi untuk sengketa di internal keluarga raja, dipakai lembaga peradilan khusus untuk menghindari intervensi terhadap keputusan sidang. Untuk hal ini, raja mempunyai staff khusus yang sudah dipercaya kapasitas, integritas, dan kredibilitasnya. 3. Hukum Positif Dan Budaya Simbolik Sumber gambar Pada masa kepemimpinan Jayabaya, tata pelaksanaan negara memiliki dua prinsip, yakni dengan menerapkan hukum positif dan budaya simbolik. Hukum positif berlaku dengan dasar kesepakatan bersama, tertulis, serta bersifat mikro. Di bidang politik, ekonomi, organisasi, birokrasi, karier, perdagangan dan perkawinan juga diatur hukum positif dalam kerangka tertulis. Pelanggaran terhadap hukum ini akan diberi sangsi yang tegas berdasarkan hukum yang berlaku. Tapi, Raja Jayabaya merasa ini saja tidak cukup. Atas dasar analisa bahwa tidak semua lapisan masyarakat mengerti hukum positif ini dengan baik, khususnya kalangan awam, raja pun meminta diterapkan pendekatan simbolik. Bagi pelanggarnya, akan diberi sangsi yang tegas berupa hukuman yang dijatuhkan secara ghaib. Hasilnya pun cukup memuaskan, sebab masyarakat percaya terhadap nasihat-nasihat tersebut dan mau menjauhi larangannya. Di antara pujangga tersebut adalah Mpu Panuluh dan Mpu Sedah. Mpu Sedah, selain menulis buku pendekatan simbolik tersebut, juga menghasilkan karya lain yang berjudul Kakawin Bartayudha di tahun 1079 saka, bertepatan dengan 1157 Masehi. Tapi, sayangnya, sebelum buku ini rampung, ia sudah meninggal lebih dulu. Akhirya, Kakawin Baratayudha inipun dipersembahkan bagi Prabu Jayabaya, Mapanji Jayabaya, dan Jayabaya Laksana sebagai kenang-kenangan. Sebenarnya, pendekatan simbolik ini dibuat sebagai strategi untuk memecahkan ketimpangan yang terjadi di tengah masyarakat Kediri, karena tingkat kecerdasan nya pun berbeda. 4. Karya di Bidang Hukum Tata Negara Sumber gambar Pada era kekuasaan Prabu Jayawarsa, perkembangan ilmu hukum dan tata praja mendapat dukungan penuh. Cendekiawan mendapat biaya dan fasilitas yang cukup memadai untuk menggali idealismenya dalam memikirkan kerbelangsungan kerajaan. Salah satunya adalah Mpu Triguna dan Mpu Manoguna yang dirangkul Raja Jayawarsa menjadi penasihat kerajaan. Sesuai ulasan di atas, Mpu Triguna melahirkan Kakawin Kresnayana yang membahas bidang hukum dan tata praja. Sementara, Mpu Manoguna juga memiliki Kakawin Sumanasantaka. Isinya membahas tema yang disari dari Kitab Raguwangsa karya pujangga terkenal di India, Sang Kalisada. Pada era puncaknya, di era kepemimpinan Prabu Jayabaya, Kerajaan Kediri meraih kejayaan khususnya di bidang kehidupan sosial dan tata negara. Hariwangsa, Gatotkacasraya, dan Kakawih Baratayudha merupakan kitab-kitab yang berisi tentang tata kelola negara. Selain itu, ada juga Kitab Darmapraja, yang isinya membahas tata kelola penyelenggaraan negara dan pemerintah. Untuk membahas hukum tata praja, ada judul Kakawih Bomakawya dan Kakawih Smaradahana yang disusun oleh Mpu Dharmaja. Nah, aturan dan undang-undang yang cukup populer di Kediri antara lain berkaitan dengan 8 kejahatan, 8 penyimpangan administratif, pegadaian, perdagangan, serta hak dan kewajiban rakyat biasa. Kehidupan di Kerajaan Kediri 1. Kehidupan Politik Sumber gambar Sejarah Kerajaan Kediri tak jauh dari pergolakan perang dan perebutan kekuasaan. Pada masa kekuasaan Sri Maharaja Samarotsaha, dimulai pertempuran antara Panjalu dan Jenggala. Perang terus berlanjut sampai era kepemimpinan Raja Bameswara. Nama Kerajaan Kediri, mulai banyak disebut setelah terjadi perpidahan ibukota dari Daha ke Kediri. Setelah Bameswara turun tahta, lahirlah sosok Prabu Jayabaya yang kemudian berhasil menaklukkan Kerajaan Jenggala. Setelah memenangkan perang yang berlangsung puuhan tahun, kondisi kerajaan mulai membaik di bawah kekuasaannya. 2. Kehidupan Ekonomi Sumber gambar Perekonomian Kerajaan Kediri ditopang oleh beberapa sektor, seperti peternakan, pertanian, dan perdagangan. Pusat kerajaan yang terletak di Kota Daha, tepatnya di bawah kaki Gunung Kelud, membuat hasil perkebunan dan pertanian melimpah ruah. Ini tak lepas dari fakta bahwa kawasan tersebut memiliki tanah yang subur akibat erupsi Gunung Kelud. Hasil utama dari sektor pertanian adalah berupa beras, yang banyak yang diekspor ke Jenggala, dekat Surabaya, dengan transportasi perahu sungai. Kerajaan Kediri juga merupakan pusat penghasil kapas dan budidaya ulat sutra. Sementara, dari sektor perdagangan, warga setempat banyak menjual emas, perak, daging, dan kayu cendana. Dari parameter ini, bisa dikatakan masyarakat setempat sudah hidup makmur dan sejahtera pada masanya. Sehingga, tak ayal membuat Kerajaan Kediri pun layak menyandang predikat negara yang gemah ripah loh jinawi, tentrem karta raharja. Tingkat kesejahteraan ini juga bisa diukur dari kebijakan kerajaan untuk memberikan penghasilan tetap kepada para pejabatnya dalam bentuk hasil bumi. Informasi sejarah ini didapatkan dari catatan sejarah dalam Kitab Ling wai tai ta dan Kitab Chi Fan Chi. Sebagai bentuk penghasilan kerajaan, diberlakukan pemungutan pajak di seluruh wilayah kekuasaan, antara lain dibayar dalam bentuk beras, palawija, atau kayu. 3. Kehidupan Agama Sumber gambar Agama yang berkembang dan tersebar di Kerajaan Kediri adalah Agama Hindu aliran Waisnawa, yang percaya bahwa Airlangga merupakan titisan Dewa Wisnu. Di berbagai wilayah terdapat tempat ibadah yang banyak jumlahnya. Seseorang yang berperan sebagai guru kebatinan memiliki tempat terhormat di kalangan masyarakat, termasuk dari pejabat kerajaan. Sumber sejarah juga menyebutkan, kalau Prabu Jayabaya merupakan seorang raja yang rajin bersemedi, bertapa, dan tirakat di daerah yang sepi seperti di hutan. Aktifitas ini sudah menjadi rutinitasnya sehari-hari, dengan melakukan banyak puasa dan mengurangi waktu tidur selama tirakat. Dukungan spiritual ini makin ditingkatkan selama era kepemimpinannya demi mendukung keberlangsungan hukum dan pemerintahan. Sifatnya yang dermawan serta bijaksana, makin menempatkannya menjadi orang yang disanjung di tengah-tengah kehidupan rakyatnya. Khusus untuk mengatur kehidupan beragama ini, sudah di tata dalam undang-undang khusus. Berikut adalah isi hukum perundang-undangan tersebut. Bab I Sama Beda Dana Denda, berisi mengenai ketentuan diplomasi, aliansi, konstribusi dan sanksi. Bab II Astadusta, berisi mengenai sanksi delapan kejahatan penipuan, pemerasan, pencurian, pemerkosaan, penganiayaan, pembalakan, penindasan dan pembunuhan Bab III Kawula, berisi mengenai hak-hak dan kewajiban masyarakat sipil. Bab IV Astacorah, berisi mengenai delapan macam penyimpangan administrasi kenegaraan. Bab V Sahasa, berisi mengenai sistem pelaksanaan transaksi yang berkaitan pengadaan barang dan jasa. Bab VI Adol-atuku, berisi mengenai hukum perdagangan. Bab VII Gadai atau Sanda, berisi mengenai tata cara pengelolaan lembaga pegadaian. Bab VIII Utang-apihutang, berisi mengenai aturan pinjam-meminjam Bab IX Titipan, berisi mengenai sistem lumbung dan penyimpanan barang. Bab X Pasok Tukon, berisi mengenai hukum perhelatan. Bab XI Kawarangan, berisi mengenai hukum perkawinan. Bab XII Paradara, berisi mengenai hukum dan sanksi tindak asusila. Bab XIII Drewe kaliliran, berisi mengenai sistem pembagian warisan. Bab XIV Wakparusya, berisi mengenai sanksi penghinaan dan pencemaran nama baik. Bab XV Dendaparusya, berisi mengenai sanksi pelanggaran administrasi Bab XVI Kagelehan, berisi mengenai sanksi kelalaian yang menyebabkan kerugian publik. Bab XVII Atukaran, berisi mengenai sanksi karena menyebarkan permusuhan. Bab XVIII Bumi, berisi mengenai tata cara pungutan pajak Bab XX Dwilatek, berisi mengenai sanksi karena melakukan kebohongan publik. 4. Kehidupan Sosial Budaya Sumber gambar Kehidupan masyarakat Kerajaan Kediri bisa dibilang sangat teratur saat itu. Dalam kesehariannya, mereka sudah terbiasa memakai kain hingga di bawah lutut serta rambut yang diurai. Kondisi rumah pun dijaga sebisa mungkin untuk tetap rapi dan bersih. Dalam hal perkawinan, mempelai perempuan mendapatkan mas kawin berbentuk emas. Saat sakit pun, orang akan berdo’a mengharap untuk disembuhkan oleh Buddha dan dewa. Seperti yang tertera dalam Kitab Lubdaka, perhatian raja terhadap rakyatnya cukup tinggi. Derajat seseorang pun diukur dari tingkah laku dan moralnya dalam keseharian, bukan pada harta dan pangkatnya. Mereka juga diberi kebebasan untuk beraktifitas apapun selama mereka suka dan tidak melanggar peraturan dan norma-norma kerajaan. Istimewanya, karya sastra yang lahir di era Kerajaan Kediri ini perkembangannya cukup pesat. Jumlahnya saja sudah tak terhitung berapa banyaknya, dengan beragai tema yang diangkat. Misalnya saja, Mpu Sedah diperintahkan untuk mengalih-bahasakan Kitab Bharatayuda menjadi Bahasa Jawa kuno. Sayangnya perintah ini tidak rampung dikerjakan, karena Mpu Sedah sudah meninggal. Pekerjaan ini kemudian dilanjutkan oleh Mpu Panuluh hingga tugas penerjemahan ini selesei. Dalam Kitab Bharatayuda ini, nama Raja Jayabaya banyak disebutkan sebagai bentuk penghormatan. Selain itu, Mpu Panuluh juga menulis kitab sastra lainnya yang diberi judul Hariwangsa dan Gatotkacasraya. Kegemilangan budaya sastra ini berlnjut hingga kekuasaan Raja Kameswara. Di antara karya sastra yang lahir di eranya adalah Kitab Wertasancaya ditulis oleh Mpu Tan Akung, mengulas tata cara besyair dengan benar. Kitab Smaradhahana digunah oleh Mpu Dharmaja, yang isinya berupa sanjungan untuk raja. Dalam kitab ini pula, diceritakan bahwa ibu kota kerajaan terletak di Dahana. Disebutkan juga jika raja adalah titisan Dewa Kama Kitab Lubdaka ditulis oleh Mpu Tan Akung, isinya mengisahkan Lubdaka, yang seharusnya dijebloskan ke neraka. Tapi karena luar biasanya pemujaan sang pemburu ini, rohnya pun diangkat ke surga oleh dewa. Tak hanya itu, karya sastra lain yang juga lahir di zaman Kerajaan Kediri adalah Kitab Kresnayana ditulis oleh Mpu Triguna, berisi cerita tentang anak nakal bernama Kresna, tapi tetap disayangi karena sifatnya yang suka menolong setiap orang dan sakti mandraguna. Pada akhirnya, Kresna menjalin hubungan pernikahan dengan Dewi Rukmini. Kitab Samanasantaka isinya mengisahkan Bidadari Harini, yang ditulis oleh Mpu Managuna. Bukan hanya pada lembar-lembar kitab, budaya sastra yag hidup pada zaman Kerajaan Kediri ini juga bisa dijumpai pada relief candi. Seperti relief Candi Jago yang bercerita tentang Krenayana, sekalian juga dengan relief Kunjarakarna dan Parthayajna. Masa Kejayaan Sumber gambar Puncak keemasan Kerajaan Kediri, terjadi saat Raja Jayabaya berkuasa. Pada era kepemimpinannya, kekuasaan Kerajaan Kediri meluas sampai hampir ke seluruh penjuru Pulau Jawa. Pengaruh Kerajaan Kediri juga sampai ke Sumatra, yang saat itu sedang di bawah kendali Kerajaan Sriwijaya. Di tangannya pula, Kerajaan Jenggala berhasil ditaklukkan dan disatukan dengan Kerajaan Panjalu jadi Kerajaan Kediri. Sejarah kemenangan ini bisa ditemui pada Prasasti Ngatan 1135 Masehi. Fase kegemilangan ini makin diperkuat dengan catatan Chou Ku-fei di tahun 1178 Masehi, seorang kronik Cina, yang menyebutkan Kerajaan Kediri yang kaya raya dan sejahtera di bawah kepemimpinan Raja Jayabaya. Dengan kewibawaannya, ia berhasil membawa Kerajaan Kediri dalam puncak kejayaan, dengan kondisi kehidupan masyarakat yang aman dan sejahtera. Cita-cita negara pun terwujud, dengan menjadi negara yang Gedhe Obore, Padhang Jagade, Dhuwur Kukuse, Adoh Kuncarane, Ampuh Kawibawane. Tak ayal, rakyat pun merasakan kenikmatan luar biasa dengan keadaan negara yang gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja yang artinya negara penuh dengan kekayaan alam melimpah, dan kehidupan aman dan sejahtera. Prabu Jayabaya memiliki konsep kepemimpinan Saptawa pada masa itu, yakni wisma papan, wastra sandang, wareg pangan, waras kesehatan, wasis [endidikan, wocaksana kebijaksanaan, dan waskita kerohanian. Selain soal kekuasaan dan kesejahteraan, Kerajaan Kediri pun cukup disanjung karena memiliki budaya satra yang kuat. Penyebab Keruntuhan Sumber gambar Kemunduran Kerajaan Kediri mulai dialami pada saat Raja Kertajaya memerintah. Pada tahun 1222 Masehi, terjadi perselisihan antara Prabu Kertajaya dan kaum brahmana. Saat itu, hak-hak para brahmana mulai dicabut, sehingga menyebabkan keberadaan para brahmana ini sudah tak aman lagi di kerajaan. Lalu, mereka melarikan diri ke Tumapel dan meminta bantuan Ken Arok. Mengetahui hal ini, Kertajaya segera mengutus bala tentara untuk menyerbu Tumapel. Sementara, di lain pihak, Tumapel mendapat dukungan penuh dari para brahmana untuk menyerang balik Kerajaan Kediri. Akhirnya, kedua pasukan berperang di dekat Genter, Malang dan peperangan dimenangkan pihak Tumapel. Sayangnya, saat itu Prabu Kertajaya berhasil lari meloloskan diri. Begitulah akhir riwayat Kerajaan Kediri yang jatuh dalam genggaman Kerajaan Tumapel. Mulai saat itu, berdirilah Kerajaan Singasari bersama Ken Arok sebagai pendirinya sekaligus raja pertamanya. Bukti Sejarah Sumber gambar Bukti keberadaan Kerajaan Kediri cukup banyak ditemukan. Setidaknya ada 16 sumber sejarah, mulai dari candi, prasasti, dan arca yang bisa dipakai sebagai rujukan dalam mendalami sejarah Kerajaan Kediri. Berikut adalah ulasan lengkap nya. 1. Candi Tondowongso Situs sejarah di Desa Gayam, Gurah, Kediri ini tergolong dalam penemuan baru, karena keberadaannya baru diketahui pada tahun 2007 silam. Kawasan candi seluas 1 hektar ini diperkirakan dibuat pada abad ke-9 Masehi dan menjadi penemuan terbesar dalam 30 tahun terakhir perihal peninggalan kerajaan Indonesia. Penemuan ini dipercaya menjadi bukti sejarah keberadaan Kerajaan Kediri pada masa awal abad ke-11. Pada fase itu, terjadi perpindahan ibu kota kerajaan, dari wilayah Jawa Tengah, beralih ke kawasan Jawa Timur. Hal ini bisa diketahui berdasarkan identifikasi bentuk arca dan tatanan lengkapnya. 2. Candi Panataran Candi yang juga dinamakan Candi Palah ini, lokasinya ada di Lereng Gunung Kelud, Blitar. Area yang dibangun pada abad ke 12-14 Mashei ini, dulunya dipakai untuk melakukan pemujaan kepada dewa supaya dihindarkan dari bahaya letusan Gunung Kelud. 3. Candi Gurah Candi ini ditemukan tahun 1957 di Desa Gurah, Kediri dan hanya berjarak 2 km dari Candi Tondowongso. Karena itulah, ada dugaan kalau kedua candi ini sebenarnya terletak dalam satu komplek. 4. Candi Mirigambar Candi Mirigambar lokasinya ada di Desa Mirigambar, Sumbergompol, yang dibuat antara tahun 1214-1310 Saka Seperti candi Jawa pada umumnya, candi ini juga disusun dengan dari batu bata merah. 5. Candi Tuban Candi ini terletak sekitar 500 meter saja dari lokasi Candi Mirigambar. Sayangnya, kondisi candi Tuban sudah mengalami kerusakan dan tidak bisa dibangun lagi karena tertimbun tanah. Situs bersejarah ini ditemukan tahun 1967, tepat sekitar gelombang tragedi 1965 terjadi di Tulungagung. Saat itu, terjadi aksi penghancuran ikon-ikon budaya dan benda berhala, yang dikenal sebagai Aksi Ikonoklastik. Candi Mirigambar sendiri selamat dari aksi ini, sebab pejabat setempat tidak memperbolehkan area tersebut dihancurkan, selain juga karena tempatnya yang dikenal angker. Lalu, Candi Tuban lah yang menjadi target berikutnya, hingga menyisakan bagian kaki candi saja. Setelah dirusak, candi ini lalu dipendam dan bagian atasnya dijadikan kandang ternak bebek, ayam, dan kambing oleh warga setempat. Sebetulnya, jika warga mau menggali tanah tersebut sedalam 1 meter saja, diyakini pondasi candi masih bisa ditemukan dalam kondisi yang relatif utuh. 6. Prasasti Kamulan Prasasti yang terletak di Desa Kamulan, Trenggalek ini dibuat pada tahun 1194 Masehi, pada masa pemerintahan Raja Kertajaya. Situs bersejarah ini menceritakan adanya serangan kerajaan timur ke Kediri pada tanggal 31 Agustus 1194 Masehi. 7. Prasasti Galuggung Prasasti ini berada di Desa Rejotangan, Tulungagung dengan besar 160x80x75 centimeter. Sayangnya, kondis prasasti yang memakai aksara Jawa kuno ini sudah rusak dan beberapa tulisannya sudah lapuk termakan umur sehingga sulit dibaca. Secara keseluruhan, terdapat 20 baris tulisan yang ada dalam prasasti ini. Di sisi lain, juga ada tulisan 1123 C. 8. Prasasti Jaring Isinya menceritakan dikabulkannya permohonan warga Dukuh Jaring, yang tidak dikabulkan oleh raja sebelumnya. Prasasti ini dibuat di tahun 1181 Masehi. 9. Prasasti Panumbangan Prasasti ini dibuat pada tanggal 2 Agustus 1120 Masehi, pada masa pemerintahan Maharaja Bameswara. Isinya menceritakan keputusan raja yang membebaskan pajak untuk warga Panumbangan. 10. Prasasti Talan Prasasti ini ditemukan di Desa Gurit, Blitar Situs sejarah yang dibuat pada tahun 1136 Masehi ini bercerita tentang keputusan raja yang membebaskan pajak bagi warga Talun. 11. Prasasti Sirah Keting Isinya berupa tanda penghargaan bagi rakyatnya yang berjasa kepada Kerajaan Kediri. Prasasti ini dibuat pada masa kekuasaan Raja Jayawarsa. 12. Prasasti Kertosono Prasasti yang asalnya dari jaman Raja Kameshwara ini, isinya bercerita tentang problematika agama dan spiritual yang terjadi pada saat itu. 13 Prasasti Nganthang Prasasti ini menceritakan tentang keputusan raja dalam membebaskan pembayaran pajak bagi warga Nganthang. Hanya saja, atas permohonan warga, isi prasasti ini kemudian disalin ke atas lembaran daun lontar. 14. Prasasti Padelegan Prasasti ini bercerita tentang rakyat Padelegan yang setia kepada Raja Prabu Kameshwara. Kini, prasasti ini jadi koleksi Museum Panatara, Blitar. 15. Prasasti Ceker Karena warga Desa Ceker berjasa kepada kerajaan, sang raja menghadiahkan prasasti ini kepada mereka. 16. Arca Buddha Vajrasattva Diperkirakan, arca ini dibuat pada abad ke 10 atau 11 Masehi. Saat ini, Arca Buddha Vajrasattva menjadi bagian koleksi Museum fur Indische Kunst, Jerman. Peninggalan 1. Kitab Baratayudha Sumber gambar Kitab ini merupakan karya Mpu Sedah, yang kemudian dilanjutkan oleh Mpu Panuluh karena Mpu Sedah meninggal terlebih dahulu sebelum kitab ini rampung dikerjakan. Isinya menceritakan perjuangan Kerajaan Panjalu dalam pertempuran melawan Kerajaan Jenggala, yang akhirnya dimenangkan oleh Raja Jayabaya dari Panjalu. Alur cerita dalam kitab ini, memakai perumpamaan peperangan Pandawa dan Kurawa. 2. Kitab Sumarasantaka Sumber gambar Isinya bercerita tentang seorang bidadari bernama Harini, yang diusir dari kayangan akibat dosa yang ia perbuat. Kitab ini adalah karya Mpu Monaguna. 3. Kitab Gatotkacaryasa Sumber gambar Kitab ini menceritakan perjuangan Arjuna dalam membebaskan putraya bersama Siti Sudhari, yang bernama Abimanyu. 4. Kitab Smaradhana Sumber gambar Isinya berisi kisah suami istri yang secara misterius lenyap dari muka bumi akibat terkena api dari ata ketiga Dewa Siwa. Kitab ini disusun oleh Mpu Dharmaja. 5. Kitab Kresnayana Sumber gambar Isinya menceritakan seorang anak yang berhati lembut dan memiliki kesaktian aji mandraguna bernama Kresna. Kitab ini disusun oleh Mpu Triguna. 6. Kitab Hariwangsa Sumber gambar Kitab ini menceritakan sosok bernama Kresna, yang juga menjadi tokoh dalam Kitab Kresnayana. Pada kitab ini, Kresna diceritakan menculik Dewi Rukmini pada malam sebelum ia menikah dengan Prabu Bismaka. 7. Kitab Wertasancaya Sumber gambar Kitab ini berisi tata cara membuat syair dengan baik. Kitab ini adalah karya Mpu Tan Akung. 8. Kitab Lubdaka Sumber gambar Kitab ini juga disusun oleh Mpu Tan Akung. Isinya menceritakan seorang pemburu yang bernama Lubdaka, yang seharusnya masuk ke neraka. Tapi karena pemujannya yang sangat setia, akhirnya ia diangkat oleh dewa untuk masuk ke surga. Itu tadi sejarah lengkap Kerajaan Kediri yang ternyata punya berbagai kisah menarik di dalamnya. Nah, kalau kamu ada pertanyaan seputar Kerajaan Kediri atau kerajaan di Indonesia lainnya, bisa menuliskan comment di bawah. Jangan lupa like dan share artikel ini ya, supaya teman-temanmu banyak yang tahu bagaimana serunya sejarah Kerajaan Kediri ini. Pada kesempatan kali ini kami akan membahas mengenai Kerajaan Kediri, mulai dari sejarah, perkembangan agama, sampai kehidupan politik di kerajaan ini. Langsung saja … Sejarah Kerajaan KediriRaja-Raja Kerajaan Kediri1. Sri Jayawarsa2. Sri Bameswara3. Prabu Jayabaya4. Sri Sarwaswera5. Sri Aryeswara6. Sri Gandra7. Sri Kameswara8. Sri KertajayaPeninggalan Kerajaan Sebelumnya kerajaan yang dipimpin oleh Airlangga dapat di pecah menjadi Dua bagian Yaitu memiliki nama Panjalu yang terletak di Daha. Kerajaan Janggala terlahir dari pecahan Kerajaan Panjalu atau Kahuripan iyalah kota lama yang ditinggalkan Airlangga yang kemudian dijadikan ibukota Janggala. Wilayah Kerajaan Janggala meliputi di kota Malang, Pasuruan, Surabaya dan sungai Brantas pelabuhan kota Rembang . Sedangkan di kerajaan Panjalu dengan ibukota Daha wilayahnya meliputi Madiun dan Kediri. Batas antara wilayah Panjalu dan Janggala bisa diceritakan dalam prasasti Mahaksubya 1289 yang dirtulis dalam kitab Negara kertagama 1365 M, Calon Arang 1540 M. Raja-Raja Kerajaan Kediri Sebagai kerajaan yang Bisa termasyhur Kediri pernah diperintah oleh delapan raja mulai dari awal berdirinya hingga masa keruntuhan. Dari kedelapan raja-raja yang pernah memerintah hanya Prabu Jayabaya yang mampu mengantarkan kerajaan di Kediri mencapai masa keemasannya. Baca Juga Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno Adapun urutan dari 8 raja Kediri yang pernah berkuasa di zamannya iyalah sebagai berikut 1. Sri Jayawarsa Sejarah ini bisa diketahui dari sebuah prasasti Sirah Keting 1104 M yang mana adalah raja Sri Jayawarsa sangat perhatian terhadap rakyatnya. Hal ini terbukti pada masa pemerintahannya Sri Jayawarsa sering memberikan hadiah terhadap rakyat desa sebagai penghargaan atas jasanya. 2. Sri Bameswara Banyak meninggalkan prasasti-prasasti yang tersebar di daerah Kertosono dan Tulung Agung. Prasasti peninggalan dari raja Sri Bameswara ini lebih banyak memuat hal-hal mengenai keagamaan. Sehingga melalui prasasti ini bisa diketahui kalau keadaan pemerintahannya pada jaman dulu sangatlah baik. 3. Prabu Jayabaya Kerajaan Kediri pernah mengalami masa keemasan pada waktu pemerintahan Prabu Jayabaya. Strategi kepemimpinannya dalam upaya memakmurkan dan mensejahterakan rakyat memang sangat mengagumkan sekali. Sehingga membuat segala macam tumbuhan yang ditanam bisa tumbuh menghijaukan menghasilkan perkebunan dan pertanian melimpah ruah. 4. Sri Sarwaswera Sejarah tentang kerjaan yang di pimpin oleh Sri Sarwaswera ini didasarkan atas prasasti Padelegan II 1159 serta prasasti Kahyunan 1161. Raja Sri Sarwaswera sangat dikenal sebagai raja yang sangat taat beragama serta berbudaya. Menurutnya tujuan akhir dari hidup manusia adalah moksa pemanunggalan jiwatma dan paramatma. Baca Juga Teks Cerita Sejarah 5. Sri Aryeswara Raja Sri Aryeswara merupakan raja Kediri yang berkuasa sekitar tahun 1171, hal ini berdasarkan prasasti Angin 23 Maret 1171. Ganesha merupakan lambang kerajaan di masa pemerintahan raja Sri Aryeswara namun tidak diketahui kapan masa pemerintahannya ini berakhir. 6. Sri Gandra Pada masa pemerintahan raja Sri Gandra ini banyak yang menggunakan nama hewan sebagai gelar kepangkatan seseorang dalam istana. Nama-nama ini menunjukkan tinggi rendahnya pangkat seseorang di istana kerajaan seperti nama gajah, tikus dan kebo. 7. Sri Kameswara Melalui sejarah prasasti Ceker 1182 serta Kakawin Smaradhana bisa diketahui tentang masa kejayaan pemerintahan raja Sri Kameswara. Pada masa pemerintahannya tahun 1182 – 1185 M seni sastra mengalami perkembangan yang sangat pesat. Banyak cerita-cerita rakyat yang sangat terkenal pada masa itu seperti misalnya cerita Panji Semirang. 8. Sri Kertajaya Pemerintahan raja Sri Kertajaya berlangsung dari tahun 1190 – 1222 Masehi yang terkenal dengan nama “Dandang Gendis”. Selama pemerintahan raja Sri Kertajaya kestabilan Kerajaan Kediri selalu menurun karena hubungannya dengan kaum Brahmana semakin kurang bagus. Maka terjadilah perang antara sang raja Sri Kertajaya dengan Ken Arok yang didukung oleh kaum Brahmana. Peperangan ini terjadi sekitar tahun 1222 M di dekat Ganter dengan kemenangan di tangan Ken arok. Peninggalan Kerajaan Ada beberapa jenis-jenis peninggalan dari masa kerajaan Hindu terbesar di Indonesia ini. Peninggalan ini ada yang berupa prasasti dan ada pula yang berupa kitab karya sastra yang sangat terkenal. Adapun peninggalan dari kerajaan Hindu Kediri ini berupa prasasti adalah Turun Hyang 974 Saka/1052 M Banjaran 974 Saka/1052 Padlegan 1038 Saka/1116 Hantang 1057 Saka/1135 M Jaring 1103 Saka/1181 Lawudan 1127 Saka/1205 Pada jaman Kediri kitab karya sastra mengalami suatu perkembangan yang sangat pesat sekali. Sehingga banyak karya sastra yang terkenal yang telah dihasilkan pada masa kerajaan Hindu ini. Baca Juga Kerajaan Mataram Kuno Diantara peninggalan kerajaan yang berupa kitab karya sastra yang sangat terkenal yaitu antara lain adalah Wertasancaya karangan Mpu Tan Akung. Lubdaka karangan Mpu Tan Akung. Smaradhahana gubahan Mpu Dharmaja. Samanasantaka karangan Mpu Monaguna. Kresnayana karangan Mpu Triguna. Gatotkacasraya serta Kitab Hariwangsa gubahan Mpu Panuluh. Baharatayuda gubahan Mpu Sedah dan Mpu Panuluh Semua kitab karya sastra tersebut saling mengajarkan kepada seluruh umat di dunia untuk saling berbuat kebaikan. Karena dengan kebaikan pasti akan tercipta kerukunan dan persatuan umat yang nantinya akan mengarahkan kesatuan bangsa. Ada beberapa jenis peninggalan dari masa kerajaan Hindu terbesar yang ada di Indonesia saat ini. Peninggalan ini ada yang berupa prasasti dan ada pula yang berupa kitab karya sastra yang sangat terkenal. Ada beberapa peninggalan dari kerajaan Hindu Kediri yang berupa prasasti adalah Turun Hyang 974 Saka/1052 M Banjaran 974 Saka/1052Hantang 1057 Saka/1135 M Lawudan 1127 Saka/1205 Jaring 1103 Saka/1181 Padlegan 1038 Saka/1116 Pada jaman Kediri kitab karya sastra mengalami perkembangan yang sangat pesat sekali. Sehingga banyak sekali karya yang sastra terkenal yang telah dihasilkan pada masa kerajaan Hindu ini. Diantara peninggalan kerajaan yang berupa kitab karya sastra yang sangat terkenal itu antara lain adalah Smaradhahana gubahan Mpu Dharmaja. Wertasancaya karangan Mpu Tan Akung. Kresnayana karangan Mpu Triguna. Lubdaka karangan Mpu Tan karangan Mpu Monaguna. Gatotkacasraya serta Kitab Hariwangsa gubahan Mpu Panuluh. Baharatayuda gubahan Mpu Sedah dan Mpu Panuluh Semua kitab karya sastra tersebut saling mengajarkan kepada seluruh umat di dunia untuk selalu saling berbuat kebaikan. Karena dengan kebaikan pasti akan terciptanya kerukunan dan persatuan umat yang nantinya akan mengarah ke kesatuan bangsa. Bangsa yang sukses yaitu bangsa yang dapat menghargai jerih payah rakyatnya sendiri. Demikianlah pembahasan tentang Sejarah Kerajaan Kediri, beserta nama raja-raja kediri dan peninggalan kerajaan kediri. Semoga Bermanfaat, dan Terima Kasih.

sistem politik kerajaan kediri